Biografi Kaisar HIROHITO
Hirohito dilahirkan di Puri Aoyama, Tokyo pada tanggal 29 April 1901. anak pertama dari Kaisar Yoshihito (Taisho) dan Ratu Sadako (Teimei), dan kakak dari Pangeran Yasuhito Chichibu (1903-1953), Pangeran Nobuhito Takamatsu(1905-1987) serta Pangeran Takahito Mikasa (1915- ). Sebelum naik takhta ia dikenal sebagai Pangeran Michi (Michi-no-Miya). Masa kekuasaannya sebagai kaisar dikenal sebagai era Showa yang berarti damai, cerah budi. Namun ironisnya, justru pada saat itu, Jepang terlibat perang melawan RRC dan akhirnya dalam Perang Dunia II. Di Indonesia, ketika masa pendudukan Jepang (1942-1945) Hirohito dikenal sebagai Tenno Heika yang berarti "Yang Mulia Kaisar".
Hirohito
mengenyam pendidikan awal di Gakushuin Peer's School dari April 1908 hingga April 1914, kemudian mendapatkan pendidikan khusus
untuk putra mahkota (Togu-gogakumonsho) di Istana Akasaka dari tahun 1914 sampai Februari 1921. Mendapatkan karier sebagai letnan and sub-lieutnant
(1st class) 9 Desember, 1912 pada Angkatan Darat Kekaisaran, kapten
dan letnan (31 Oktober 1916, mayor dan wakil komandan (31 Oktober 1920)letnan kolonel dan komandan (31 oktober] 1923) dan kolonel dan komandan Angkatan Laut
Kekasairan (Kaigun) (31 Oktober 1924). Ia diangkat menjadi putra
mahkota secara resmi pada tanggal 16 November 1916. Pada tahun 1922 ia mengadakan kunjungan ke Inggris dan sejumlah negara
negara Eropa. Kunjungan ini
dianggap kelompok sayap kanan kontroversial sehingga menewaskan Perdana Menteri Hamaguchi.
Hirohito
memiliki pengetahuan tentang penelitian biologi laut dan beberapa hasil penelitiannya
dituangkan dalam sejumlah buku di antaranya The Opisthobranchia of Sagami
Bay dan Some Hydrozoans of the Amakusa Islands.
Hirohito
menikah dengan Putri Nagako, putri sulung Pangeran Kuniyoshi pada tanggal 26 Januari] 1924 dan dikaruniai 7 orang anak, Putri Teru Shigeko (1925-1961, Putri Hisa Sichiko(1927-1928), Putri Take Kazuko (1929-1989), Putri Yori Atsuko(1931- ), Pangeran Akihito (1933- ), Pangeran Hitachi Masahito (1935 - ), Putri Suga Takako (1939 - ).
Ia
dinobatkan menjadi kaisar pada tanggal 25 Desember 1926 setelah ayahnya Kaisar Taisho meninggal,
dilantik secara resmi 10 November,
1928, di Kyoto.
Masa bertakhta
Pada
masa ia bertakhta, Hirohito menyaksikan pertentangan di dalam negeri dan
peperangan yang diawali dengan kericuhan di dalam negeri akibat pertentangan
antara kelompok moderat dengan golongan kanan ultranasionalis yang disokong
militer khususnya Angkatan Darat sebagai kekuatan terbesar pada saat itu.
Akibatnya sejumlah pejabat tinggi, pengusaha dan tokoh-tokoh penting negara
terbunuh dan puncaknya adalah insiden militer 26 Februari 1936, yang dipimpin
oleh Letnan Kolonel Saburo Aizawa serta 1500 prajurit. Peristiwa
ini juga melibatkan pangeran Yashuhito Chichibu sehingga Kaisar Hirohito
sendiri turun tangan dan memerintahkan pasukan Angkatan Bersenjata kekaisaran
untuk menyelesaikan hal ini dan memastikan loyalitas dari seluruh keluarga
kekaisaran. Meskipun demikian diam-diam insiden ini "direstui" oleh
kalangan pimpinan Angkatan Darat terutama dari kalangan ultranasionalis. Oleh karena itu pada tahun
1930, klik ultranasionalis dan militer menguasai pimpinan pemerintahan.
Akhirnya,
pada masa kekaisaran Hirohito Jepang tercatat terlibat peperangan di antaranya Insiden Manchuria 1931, Insiden Nanking 1937, dan Perang Dunia II dengan
melancarkan serangan atas Pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl
Harbour 9 Desember 1941.
Hari Yang Terpanjang dan
Akhir Perang
Menjelang
akhir perang (1945), Jepang sudah praktis
kalah perang. Angkatan Lautnya bisa dikatakan hampir habis dan Angkatan
Daratnya kewalahan. Namun pihak Angkatan Darat masih ingin melanjutkan
peperangan. Rapat 6 Besar (Angkatan Darat Jendral Umezu,Angkatan Laut Admiral Toyoda, Kementrian Peperangan Jendral Korechika Anami, Menteri Luar Negeri Shinegori Togo, Perdana Menteri Suzuki Kantaro, Kementrian
Angkatan Laut Admiral Yonai Mitsumasa) macet. Muncul pula ancaman
pemberontakan komunis yang dikhawatirkan
beberapa pejabat teras kekaisaran. Lambannya penanganan masalah ini ditambah
dengan dijatuhkannya bom atom di Hiroshima (6 Agustus 1945), Nagasaki (9 Agustus 1945) serta pernyataan perang Uni Soviet (yang sebelumnya
netral karena perjanjian Molotov-Matsuoka dengan batas akhir April 1946) sesaat setelah dijatuhkannya bom atom di
Nagasaki, membuat Kaisar memerintahkan untuk menghentikan peperangan pada
konfrensi 6 Besar yang dikatakan pada tanggal 10 Agustus 1945:
"Meneruskan
peperangan hanya akan menambah kesengsaraan rakyat Jepang, kondisi negara tidak
akan mampu untuk bertahan cukup lama dan kemampuan mempertahankan persisir
pantai saja sudah diragukan. Sangat sulit melihat tentara yang setia dilucuti
..tetapi saatnya untuk menanggung apa yang tidak tertanggungkan. Saya
menyetujui proposal untuk menerima proklamasi Sekutu (Potsdam) yang garis
besarnya ada di menteri luar negeri"
Karena
desakan kaisar inilah akhirnya Jepang menyatakan menyerah pada tanggal 14 Agustus 1945.
Kaisar setelah perang
Setelah
Perang Asia (Dai Toa Senso) selesai, banyak desakan agar kaisar Hirohito
diadili sebagai penjahat perang. Ada banyak keterangan kontroversial mengenai
keterlibatannya dalam perang baik sebelum maupun pada saat Perang Dunia II. Di
antaranya adalah David Bergammi dalam bukunya Japan Imperial Conspiracy
yang mengatakan bahwa kaisar terlibat dalam perencanaan perang. Namun banyak
pula yang tidak setuju dengan alasan bahwa dia hanyalah sebagai simbol dan
pemimpin agama sebagaimana kaisar-kaisar periode sebelumnya Shogun sekalipun pada saat itu
berkedudukan sebagai komando tertinggi.
Menteri
Peperangan Amerika
Serikat Henry Stimson mengatakan "Tidak
menurunkan kaisar Jepang dari takhtanya akan memudahkan proses penyerahan dan
menghindarkan peperangan yang dapat merugikan khususnya pasukan pendudukan,
yang kita lakukan terhadap Kaisar
Jerman pasca Perang
Dunia I sehingga publik menganggap kaisar Jerman adalah musuh, setan (devil),
mengakibatkan kekosongan kekuasan dan tata pemerintahaan di wilayah itu
sehingga memunculkan Adolf
Hitler".
Sekalipun
banyak desakan dari berbagai pemimpin dunia agar Kaisar Hirohito diadili,
termasuk diantaranya Presiden Amerika Serikat Harry S Truman meskipun akhirnya Presiden
Trumman setuju untuk mempertahankan kedudukan kaisar. Panglima pendudukan,
Jendral Douglas
McArthur juga tetap menempatkan Hirohito pada tahtanya sebagai
simbol dan memperlancar pembangunan kembali Jepang dan simbol keterpaduan
Kaisar dengan rakyatnya terutama pada masa pendudukan. Kedudukan Kaisar pada
takhtanya didasarkan pada konstitusi
baru yang diterapkan 3 Mei 1947 yang dinamakan Konstitusi Jepang 1947 atau konstitusi
pasca perang yang menetapkan kaisar sebagai lambang atau simbol dan kepala
negara sebagaimana kerajaan
atau monarki konstitusional.
Konstitusi ini menggantikan Konstitusi Jepang 1889 pada era Meiji dimana kaisar sebagai pemegang komando
dan kekuasaan tertinggi.
Kaisar
Hirohito menyaksikan kemajuan pembangunan Jepang pasca-perang. Ia mengunjungi
kembali beberapa negara Eropa dan Amerika Serikat dan bertemu Presiden Richard Nixon pada tahun 1971.
Wafatnya
Kaisar
Hirohito meninggal pada tanggal 7 Januari
1989 akibat penyakit kanker usus dua belas jari (duodenum) yang dideritanya.
Pemakaman kenegaraannya dihadiri oleh para pemimpin dunia di antaranya Presiden
Amerika Serikat George Bush,
Presiden Perancis Francois Mitterand, HRH Duke of Edinburgh dari Inggris, dan Raja HM Baudouin dari Belgia, pada tanggal 24 Februari 1989.
Jenazahnya dimakamkan di Mausoleum Kekaisaran Musashino,
di samping makam Kaisar
Taisho. Kedudukannya digantikan oleh Putra Mahkota Akihito